MENGAPA TAUHID DIBAGI TIGA


Penulis: Asy-Syaikh Abdurrozzaq bin Abdul Muhsin Al-Abbad
 
Segala puji bagi Allah Rabb Semesta Alam, semoga kesudahan yang baik bagi orang-orang yang bertakwa, shalawat serta salam semoga tercurah kepada imamnya para rasul, pilihan Rabb Semesta Alam, nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, kepada seluruh keluarga dan para sahabatnya.
 
Amma ba'du.
Risalah ini merupakan paparan ringkas, lembaran-lembaran yang sederhana dalam menerangkan sebagian penjelasan dan dalil-dalil yang menunjukkan pembagian tauhid, dan benarnya pembagiannya menjadi tiga bagian:
 
• Tauhidur-rububiyah
• Tauhid al-uluhiyah
• Tauhid al-asma wash-shifat
 
 
PENJELASAN RINGKAS TENTANG PEMBAGIAN TAUHID
 
Bagian Pertama: Tauhidur-Rububiyah
 
Tauhidur-rububiyah adalah penetapan bahwa Allah ta'ala adalah Rabb, Penguasa,Pencipta serta Pemberi Rezeki dari segala sesuatu. Dan juga menetapkan bahwa Allah adalah Dzat Yang Menghidupkan dan Mematikan, Pemberi Kemanfaatan dan Kemudhorotan, yang Maha Esa dalam mengkabulan doa bagi orang yang membutuhkan. BagiNya-lah segala urusan, dan di tanganNya-lah segala kebaikan. Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tidak ada bagi-Nya sekutu dalam hal tersebut. Dan ke-imanan kepada takdir termasuk dalam tauhid ini.
 
Bagian Kedua: Tauhid Al-Asma wash Shifat
 
Tauhid al-asma wash shifat merupakan penetapan bahwasanya Allah Maha Mengetahui dan Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Dialah Dzat Yang Maha Hidup, Yang Maha Mengurus makhluk-makhlukNya, Yang Tidak Mengantuk dan Tidak Tidur. Bagi-Nya lah kehendak yang berlaku serta hikmah yang jelas.
 
Dan Allah ta'ala adalah Dzat yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat, Maha Berbelas Kasih dan Maha Penyayang. Allah Yang ber-istiwa di atas arsy-Nya, Maha Sempurna Kekuasaan-Nya. Dialah Yang Maha Menguasai, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
 
Demikian pula dengan asmaul husna yang selain di atas, serta sifat-sifat yang tinggi. Dan beriman dengan kokoh kepada hal tersebut tanpa tahrif (penyelewengan makna), ta'thil (pengingkaran), takyif (mempertanyakan tentang keadaannya), ataupun tamtsil (penyerupaan).
 
Bagian Ketiga: Tauhid Al-Uluhiyah
 
Tauhid al-uluhiyah dibangun di atas keikhlasan dalam beribadah kepada Allah ta'ala. Dalam kecintaan, khauf (takut), roja' (harapan), tawakal, roghbah (permohonan dengan sungguh-sungguh), rohbah (perasaan cemas), dan doa hanya bagi Allah satu-satunya. Serta memurnikan ibadah-ibadah seluruhnya, baik ibadah yang lahir maupun yang batin hanya bagi Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Serta tidak menjadikan hal tersebut untuk selain-Nya. Tidak untuk malaikat yang dekat dengan Allah ta'ala, tidak pula bagi para nabi yang diutus. Terlebih lagi bagi selain keduanya.
 
Tauhid ini merupakan kandungan dari firman Allah tabaraka wa ta'ala: Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan. (Al-Fatihah: 5)
 
Tauhid ini merupakan pucak awal dan akhir dari agama, baik secara batin maupun lahirnya, dan merupakan awal serta akhir dari dakwah para Rasul. Ini juga merupakan makna dari ucapan La Ilaha illallah (Tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah). Karena Al-Ilah artinya sesuatu yang disembah dan diibadahi dengan rasa cinta, takut, penghormatan, pengagungan, serta dengan seluruh jenis peribadatan.
 
Karena tauhid inilah para makhluk diciptakan, para rasul diutus, dan kitab-kitab suci diturunkan. Sehingga dengannya manusia terbagi menjadi kaum beriman atau kaum kafir, menjadi orang yang berbahagia di surga atau orang yang menderita di neraka.
 
 
LAWAN-LAWAN DARI PEMBAGIAN TAUHID
 
Ada lawan bagi setiap bagian dari pembagian tauhid. Apabila anda telah mengetahui bahwa Tauhidur-rububiyah adalah penetapan bahwa Allah ta'ala adalah Pencipta, Pemberi Rezeki, Yang Menghidupkan dan Mematikan, Pengurus segala urusan, Yang Mengatur semua makhluk-Nya. Tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan-Nya. Maka lawan dari itu semua adalah seorang hamba berkeyakinan adanya pengatur selain Allah, yang mengatur bersama Allah dalam urusan yang tidak bisa dilakukan melainkan hanya oleh Allah 'azza wa jalla saja.
 
Jika anda telah mengetahui bahwa tauhid al-asma wash shifat adalah kita mengakui Allah dengan apa yang telah Allah namakan untuk diri-Nya. Dan mensifati Allah dengan apa-apa yang telah Allah sifatkan bagi diri-Nya, dan dengan apa yang disifatkan oleh Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam serta menafikan dari-Nya penyerupaan dan permisalan. Maka lawannya ada dua hal. Dan keduanya termaktub dalam makna ilhad (penyelewengan).
 
Yang Pertama: Menafikan hal tersebut dari Allah 'azza wa jalla, serta mengingkari sifat-sifat yang sempurna dan mulia yang telah ditetapkan di dalam Al-Quran dan Sunnah.
 
Yang Kedua: Menyerupakan sifat Allah ta'ala dengan sifat makhluk-Nya.
 
Allah ta'ala telah berfirman: Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Asy-Syuro: 11)
 
Dan juga firman-Nya, Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada dibelakang mereka, sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya. (Thoha:110)
 
Apabila engkau telah mengetahui bahwa tauhid al-uluhiyah adalah mengesakan Allah ta'ala dalam seluruh jenis peribadahan serta menafikan peribadahan kepada yang selain Allah tabaraka wata'ala, maka lawan dari hal tersebut adalah: memalingkan salah satu dari jenis peribadahan kepada selain Allah 'azza wa jalla, dan Ini adalah perkara yang mendominasi keumuman kaum musyrikin. Dan juga karena hal itu terjadilah permusuhan di antara seluruh nabi dengan umat-umat mereka .
 
 
TAUHIDUR-RUBUBIYAH SAJA TIDAKLAH CUKUP
 
Telah menceritakan di dalam kitab-Nya tentang keadaan kaum Allah musyrikin yang sesungguhnya mereka telah mengikrarkan Tauhidur-rububiyah.
 
Allah berfirman, Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?"Maka mereka akan menjawab: "Allah". Maka katakanlah: "Mengapa kalian tidak bertakwa (kepada-Nya)?" (Yunus:31)
 
Dan sungguh jika kalian bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: "Allah”. (Az-Zukhruf:87)
 
Dan sesungguhnya jika kalian menanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?"Tentu mereka akan menjawab: "Allah". (Al-Ankabut:63)
 
Atau siapakah yang memperkenankan (do`a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo`a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kalian (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada sesembahan (yang lain)? Amat sedikitlah kalian mengingati (Nya). (An-Naml:62)
 
Mereka dahulu mengenal Allah dan mengetahui tentang rububiyah, kekuasaan serta pengaturanNya. Walaupun demikian, sekedar pengakuan tidaklah mencukupi dan menyelamatkan mereka. Hal ini dikarenakan kesyirikan mereka dalam tauhid al-ibadah yang merupakan makna “La Ilaha illallah”. Karena itu Allah ta'ala berfirman tentang mereka:
 
Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain). (Yusuf:106)
 
Ibnu Abbas berkata, “Termasuk keimanan mereka yaitu apabila ditanyakan kepada mereka siapa yang menciptakan langit, bumi dan gunung-gunung? Mereka menjawab: 'Allah'. Dan mereka adalah orang-orang yang musyrik.
 
Ikrimah berkata, “Mereka ditanya siapa yang menciptakan mereka dan siapa yang menciptakan langit dan bumi. Maka mereka menjawab, 'Allah'. Ini adalah keimanan mereka kepada Allah, dan mereka juga beribadah kepada yang selain-Nya”.
 
Mujahid berkata, “Iman mereka kepada Allah adalah perkataan mereka: Allah yang menciptakan, memberikan rizqi, dan yang mematikan kami. Ini adalah keimanan mereka yang ikuti dengan mempersekutukan peribadahan kepada yang selain-Nya”.
 
Abdurrahman bin Zaid bin Aslam berkata, “Tidak ada seorang-pun yang menyembah Allah dan juga menyembah yang selainNya, melainkan dia meyakini Allah dan mengetahui bahwa Allah adalah sebagai Rabb,dan Penciptanya, yang memberikan rizqi kepadanya, tetapi keadaannya adalah sebagai orang yang mempersekutukanNya. Tidakkah engkau perhatikan bagaimana ucapan Ibrahim,
 
"Maka apakah kalian tidak memperhatikan apa yang kalian sembah.,kalian dan nenek moyang kalian yang dahulu?. Karena sesungguhnya apa yang kalian sembah itu adalah musuhku, kecuali Rabb semesta alam”. (Asy-Syuaro: 75-77)
 
Ibrahim telah mengetahui bahwa mereka ber-ibadah kepada Rabb semesta alam bersamaan dengan apa yang mereka sembah (selain Allah -pent). Tidaklah seorang berbuat syirik melainkan disisi lain dia meyakini adanya Allah. Tidaklah anda perhatikan bagaimana dulu Bangsa Arab bertalbiah. Mereka mengucapkan: “Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu, melainkan sekutu yang diperuntukkan bagi-Mu, Engkau menguasainya dan apa yang dia kuasai”. Dahulu kaum musyrikin mengatakan hal tersebut” .
 
Allah tabaraka wa ta’ala berfirman, Karena itu janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kalian mengetahui. (Al-Baqarah:22)
 
Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhuma berkata, “Maksudnya janganlah kalian mempersekutukan Allah dengan yang selain-Nya, berupa tandingan-tandingan yang tidaklah dapat memberikan manfaat dan menimbulkan kemudaratan. Dan kalian mengetahui bahwasanya tidak ada Rabb bagi kalian, yang memberikan rezeki selain Allah, Dan sesungguhnya kalian telah mengetahui bahwa yang diserukan oleh Rasulullah kepada kalian yaitu mentauhidkan adalah suatu kebenaran yang tidak ada keraguan di dalamnya”.
 
Qatadah berkata, “Maksud dari ayat tersebut adalah: kalian mengetahui bahwa Allah-lah yang menciptakan kalian dan menciptakan langit-langit dan bumi, kemudian kalian jadikan bagiNya tandingan-tandingan” .
 
Ibnul Qayyim membawakan perkataan Ibnu Abbas Radhiallahu anhuma dalam tafsir dari firman Allah ta’ala, Segala puji bagi Allah Yang telah menciptakan langit-langit dan bumi, dan mengadakan gelap dan terang, namun orang-orang yang kafir mempersekutukan Rabb mereka. (Al-An’am:1)
 
Beliau berkata, “Yang diinginkan di sini adalah: ‘Mereka mempersekutukan Aku dengan ciptaan-Ku, berupa batu-batu dan berhala-berhala setelah mereka mengakui nikmat kekuasaan-Ku’.”
 
Yang menjadi inti pembahasan disini adalah, keadaan kaum musyirikin yang mengetahui rububiyah Allah, sebagaimana Perkataan Zuhair bin Abu Salma dari tulisan syairnya yang masyhur: Janganlah kalian menutupi apa yang ada pada diri kalian dari Allah. Walaupun kalian menyembunyikan dan menutupi maka niscaya Allah mengetahuinya. Akan di-akhirkan, ditulis dalam suatu catatan dan disimpan. Untuk suatu hari perhitungan atau disegerakan dalam pembalasan
 
Berkata Ibnu Katsir setelah membawakan dua bait syair di atas: “Sesungguhnya penyair jahiliyah ini telah mengakui keberadaan pencipta yang mengetahui segala perkara secara detail, adanya hari kebangkitan, pembalasan, serta penulisan seluruh amalan di lembaran-lembaran pada hari kiamat” .
 
Ibnu Jarir berkata, “Telah dilantunkan pada masa jahiliyah bait syair: Sungguh telah berlaku kehinaan bagi budak perempuan itu. Sungguh Ar-Rahman Rabbku telah memotong keberuntungannya
 
Salamah bin Jandal Ath-Thohawi berkata: Kalian mendahului kami, dari ketergesaan kami atas kalian. Apa yang diinginkan Ar-Rahman bisa Dia ikat dan bisa Dia lepas.
 
Hal-hal yang membuktikan permasalahan ini sangatlah banyak. Akan tetapi mereka tetap sebagai orang-orang yang musyrik, karena mereka menyembah Allah dan menyertakan yang selain-Nya.
 
 
BEBERAPA DALIL YANG MENUNJUKKAN PEMBAGIAN TAUHID
 
Terdapat banyak dalil-dalil dan petunjuk dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tentang pembagian tauhid menjadi tiga macam. Sungguh hal ini akan diketahui oleh seseorang yang memiliki perhatian terhadap nash-nash dari Al-Kitab dan As-Sunnah walaupun pengetahuannya tidak maksimal, bahkan barangsiapa yang menghafal Surat Al-Fatihah dan Surat An-Nas akan menemukan apa yang akan memuaskan dan mencukupi dirinya dari jelasnya dalil dan gamblangnya penjelasan terhadap permasalahan pembagian tauhid ini. Bahkan hal ini adalah suatu puncak hakikat syariat yang senantiasa ditekankan di dalam Al-Quran dan As-Sunnah.
 
1. Dalil-dalil yang menunjukkan Tauhidur-rububiyah
 
Firman Allah tabaraka wa ta’ala, Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. (Al-Fatihah: 1)
 
Ingatlah, bahwa menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Rabb semesta alam. (Al-A'raf: 54)
 
Katakanlah: "Siapakah Rabb langit-langit dan bumi?"Jawablah: "Allah." (Ar-Rad: 16)
 
Katakanlah: "Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kalian mengetahui?"Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah."Katakanlah: "Maka apakah kalian tidak ingat?". Katakanlah: "Siapakah Yang menguasai langit-langit yang tujuh dan Yang menguasai `Arsy yang besar?"Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah."Katakanlah: "Maka apakah kalian tidak bertakwa?"Katakanlah: "Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab) -Nya, jika kalian mengetahui?"Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah."Katakanlah: "(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kalian ditipu?"(Al-Mu’minun:84-89)
 
Yang demikian itu adalah Allah Rabbmu, Maha Agung Allah, Rabb semesta alam. (Al-Mu’min / Ghofir: 64)
 
Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu. (Az-Zumar: 62)
 
Begitu pula dalam ayat-ayat Al-Quran yang lainnya.
 
2. Dalil-dalil yang menunjukkan tauhid al-uluhiyah
 
Firman Allah tabaraka wa ta’ala: Segala puji bagi Allah (Al-Fatihah:1)
 
Makna Allah adalah Al-Ma’luh (Yang Disembah) dan Al-Ma’bud (Yang Diibadahi). Begitu juga firman-Nya,
 
Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. (Al-Fatihah: 4)
 
Hai manusia, sembahlah Rabb kalian Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertakwa. (Al-Baqarah: 21)
 
Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". (Az-Zumar: 2-3)
 
Katakanlah: "Hanya Allah saja Yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku". Maka sembahlah olehmu (hai orang-orang musyrik) apa yang kalian kehendaki selain Dia. (Az-Zumar: 14-15)
 
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (Al-Bayyinah: 5)
 
Begitu pula dalam ayat-ayat Al-Quran yang lainnya.
 
3. Dalil-dalil yang menunjukkan tauhid al-asma wash shifat
 
Firman Allah tabaraka wa ta’ala, Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, Yang menguasai hari pembalasan. (Al-Fatihah: 2-3)
 
Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kalian seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) (Al-Isro:110)
 
Apakah kalian mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (Maryam: 65)
 
Dialah Allah, tidak ada Sesembahan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Dia mempunyai al-asmaaul husna (nama-nama yang baik). (Thoha: 8)
 
Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Asy-Syuro: 11)
 
Begitu juga pada akhir surat Al-Hasyr, dan yang selainnya dari ayat-ayat Al-Quran.
 
 
AYAT-AYAT YANG TERKUMPULKAN DI DALAMNYA PEMBAGIAN KETIGA TAUHID
 
Termasuk ayat-ayat yang mengumpulkan pembagian tauhid yang tiga adalah firman Allah tabaraka wa ta’ala dalam Surat Maryam.
 
Rabb (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kalian mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)? (Maryam: 65)
 
Asy-Syaikh Al-‘Allamah Abdurrohman bin Sa’di rahimahullah (berkata) ketika menerangkan bentuk pendalilan dari ayat di atas:
“Ayat ini mengandung prinsip yang agung yaitu: tauhidur- rububiyah, dan Allah ta’ala adalah Rabb, Pencipta, Pemberi rezeki, serta Pengatur segala sesuatu, dan tauhid aluluhiyah wal ibadah. Allah ta’ala adalah Sesembahan yang Berhak untuk Diibadahi. Dan sungguh Rububiyah Allah mewajibkan adanya per-ibadahan serta pentauhidan-Nya. Oleh karena itu di dalam ayat tersebut terdapat fa’ dalam firmannya. Ini menunjukkan kepada suatu sebab, yang maksudnya: karena Allah adalah Rabb bagi segala sesuatu maka Allah pulalah Dzat yang pantas disembah, maka sembahlah Allah.
 
Termasuk kandungan ayat tersebut adalah: berteguh hati di dalam beribadah kepada Allah ta’ala dan ini merupakan suatu upaya yang kokoh, serta selalu melatih dan menjaga jiwa agar selalu ber-ibadah kepada Allah ta’ala. Maka termasuk ke dalam hal ini suatu jenis kesabaran yang paling tinggi. Yaitu sabar di dalam perkara-perkara yang wajib dan mustahab, serta sabar dari perkara-perkara yang haram dan makruh, bahkan masuk kedalamnya sabar dalam menghadapi berbagai cobaan. Karena sabar terhadap berbagai cobaan tanpa adanya rasa murka, dan selalu ridho darinya kepada Allah merupakan bentuk ibadah yang terbesar yang masuk ke dalam firman Allah:“berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya”
 
Ayat ini juga menunjukkan bahwa Allah ta’ala memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang sempurna, sifat yang penuh dengan ke-agungan, serta kekuasaan yang mulia. Dalam permasalahan ini tidak ada bagi-Nya sesuatu yang serupa, sepadan, yang menyamai. Bahkan Allah ta’ala telah menyendiri dengan kesempurnaan yang mutlak dari berbagai sudut dan sisi” .
 
 
SELURUH AYAT AL-QURAN MENETAPKAN TENTANG PEMBAGIAN TAUHID TERSEBUT
 
Di dalam menerangkan dalil-dalil Al-Quran yang menunjukkan pembagian tauhid, Al-'Allamah Ibnul Qoyyim berkata, setelah menyebutkan semua golongan yang kebatilannya disebut sebagai tauhid: “Adapun tauhid yang diserukan oleh seluruh utusan Allah dan diturunkan dengannya kitabullah sangat bertentangan dengan itu semua (kebatilan yang dianggap tauhid-ed). Tauhid itu ada dua jenisnya: Tauhid fil ma’rifat wal itsbat (tauhid pengenalan dan penetapan) serta tauhid fith tholab wal qasd (tauhid permintaan dan tujuan).
 
Adapun yang pertama: merupakan hakikat dari Dzat Rabb ta'ala, nama-namanya, sifat-sifatnya, perbuatannya, ketinggian-Nya di atas arsy-Nya yang ada di atas langit. Pembicaraan-Nya melalui kitab-Nya, dan Dia mengajak bicara terhadap orang yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya, serta ketentuanNya yang bersifat menyeluruh, dan ber-ragam hikmah-hikmah-Nya. Al-Quran telah benar-benar menjelaskan jenis ini dengan penjelasan yang begitu gamblang. Sebagaimana di awal Surat Al-Hadid, dan Surat Thoha.Pada akhir Surat Al-Hasyr dan awal Surat Tanzilus Sajdah. Awal surat Ali Imron dan seluruh ayat dari Surat Al-Ikhlas dan yang selainnya.
 
Jenis yang kedua, seperti yang terkandung didalam Surat Qul Ya Ayyuhal Kafirun (Al-Kafirun), dan di dalam firman-Nya,
 
Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kalian". (Ali Imron: 64)
 
Begitu juga pada awal Surat Tanzilul Kitab dan akhirnya. Awal surat Yunus, bagian tengah dan akhirnya. Awal surat Al-A'raf dan akhirnya. Sejumlah ayat dari surat Al-An'am. Dan pada kebanyakan dari surat-surat yang ada dalam Al-Quran, bahkan pada seluruh surat di dalam Al-Quran terkandung dua jenis tauhid ini.
 
Lebih dari itu, bahkan kita katakan dengan perkataan yang menyeluruh: bahwasanya seluruh ayat di dalam Al-Quran terkandung padanya at-tauhid, yang mempersaksikan dan yang selalu menyeru kepadanya. Karena Al-Quran isinya kalau bukan pemberitaan tentang Allah, nama-nama, sifat-sifat serta perbuatanNya dan ini adalah tauhid al-ilmi wal khobari (ilmu dan pemberitaan), maka isinya adalah dakwah kepada peribadahan untuk Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya dan meninggalkan semua yang disembah selain Allah dan ini adalah tauhid al-irodiy wath-tholabiy (kehendak dan tuntutan).
 
Selain itu isi Al-Quran kalau bukan perintah, larangan dan kewajiban untuk mentaati Allah dalam larangan dan perintahnya dan ini adalah hak-hak tauhid dan penyempurnanya, maka isinya adalah pemberitaan tentang karomah Allah terhadap orang-orang yang bertauhid dan taat kepada-Nya, dan apa-apa yang tentukan baginya di dunia dan perkara-perkara apa yang menyebabkan mereka menjadi mulia di akhirat dan ini adalah balasan mentauhidkan Allah.
 
Al-Quran juga mengandung pemberitaan tentang pelaku kesyirikan dan apa-apa yang Allah tentukan baginya di dunia serta berbagai balasan di dunia yang menyengsarakan mereka, dan apa saja yang akan menimpa mereka kelak dari berbagai adzab, ini merupakan pemberitaan tentang orang yang keluar dari ketentuan hukum tauhid. Maka seluruh Al-Quran mengandung perkara tauhid, hak-haknya dan balasan-balasannya. Begitu juga perkara syirik, pelakunya, serta balasan untuk mereka. Di dalam ayat:
 
(Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam) adalah tauhid.
 
(Maha Pemurah lagi Maha Penyayang) adalah tauhid.
 
(Yang menguasai hari pembalasan) padanya ada tauhid.
 
(Hanya kepada Engkaulah kami menyembah) merupakan tauhid.
 
(Hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan) adalah tauhid.
 
(Tunjukilah kami jalan yang lurus) merupakan tauhid yang berkaitan dengan permintaan petunjuk kepada jalannya para pengikut tauhid yang diberi nikmat oleh Allah.
 
(Bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat). Yaitu orang-orang yang meninggalkan tauhid .
 
Asy-Syaukani Rahimahullah berkata di dalam muqaddimah kitab beliau yang mulia, Irsyaduts-Tsiqot ila Ittifaqisy-syaro’i’ ‘ala Tauhid wal-Miad wan-nubuwaat :
 
“Dan ketahuilah bahwa penyebutan ayat-ayat Al-Quran yang telah menjelaskan/menetapkan semua maksud dari tujuan-tujuan (tentang tauhid. Pent), dan juga penetapan tentang samanya syariat-syariat dalam perkara ini. Tidaklah menyulitkan bagi mereka yang membaca Al-Quranul Azhim. Karena jika dia mengambil mushaf yang mulia kemudian berhenti di bagian yang dia inginkan, atau tempat yang dia suka, atau posisi yang dia kehendaki, niscaya dia akan menemukannya (perkara tauhid. pent) dalam keadaan terbentang luas di dalam Al-Quran, dari pembukaan sampai akhirnya”.
 
 
PEMBAGIAN TAUHID MERUPAKAN SUATU KEBENARAN YANG SYAR'I YANG AKAN DIKETAHUI DENGAN SUATU PENELAHAAN
 
Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi Rahimahullah berkata: “Sesungguhnya penelaahan terhadap Al-Quranul Azhim telah menunjukkan bahwa mentauhidkan Allah itu terbagi menjadi tiga bentuk:
 
Yang pertama: Tauhid dalam Rububiyah. Ini merupakan jenis tauhid yang ter-bentuk dalam fitrahnya orang-orang yang berakal.
 
Allah ta’ala berfirman, Dan sungguh jika kalian bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: "Allah" (Az-zukhruf:87)
 
Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezki kepada kalian dari langit dan bumi, atau siapakah yang ber-kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?"Maka mereka akan menjawab: "Allah". Maka katakanlah: "Mengapa kalian tidak bertakwa (kepada-Nya)?"(Yunus:31)
 
Adapun tentang pengingkaran Fir’aun terhadap jenis tauhid ini dalam ucapannya, Fir`aun bertanya: "Siapa Rabb semesta alam itu?"(Asy-Syu’aro: 23)
 
Ini merupakan perihal kebohongan, yang pura-pura tidak tahu, dalam keadaan dia telah mengetahui bahwa dia adalah se-orang hamba yang dipelihara oleh Rabbnya.
 
Dengan dalil firman Allah ta’ala, Musa menjawab: "Sesungguhnya kalian telah mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan mu`jizat-mu`jizat itu kecuali Rabb Yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata. (Al-Isro’:102)
 
Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya (An-Naml: 14)
 
Ini merupakan jenis tauhid yang tidak akan memberikan manfaat kecuali disertai dengan memurnikan peribadahan kepada Allah saja.
 
Sebagaimana firman Allah ta’ala, Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain). (Yusuf: 106)
 
Dan ayat-ayat yang menunjukkan tentang tauhid ini banyak sekali.
 
Yang kedua: Mentauhid-kan Allah ta’ala dalam peribadahan kepada-Nya.
 
Batasan tauhid jenis ini adalah perealisasian makna “La ilaha illallah”, yang tergabung di dalamnya penafian dan penetapan. Makna penafian dari perkataan tersebut adalah: melepaskan seluruh jenis sesembahan selain Allah, apapun bentuknya, dalam seluruh jenis peribadahan apapun bentuknya.
 
Adapun makna penetapan dari kalimat ‘La ilaha illallah’ adalah: meng-esakan Allah jalla wa’ala satu-satunya dalam semua jenis ibadah dengan ikhlas, dalam ketentuan yang telah disyariatkan oleh Allah melalui Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam , dan mayoritas ayat Al-Quran berbicara tentang jenis tauhid ini, dan hal ini merupakan sebab terjadinya peperangan antara para Rasul dan Umatnya:
 
Mengapa ia menjadikan sesembahan-sesembahan itu menjadi Sesembahan yang satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan. (Shod: 5)
 
Dan di antara ayat-ayat yang menunjukkan jenis tauhid ini adalah firman Allah ta’ala, Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Sesembahan (Yang Haq) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu (Muhammad: 19).
 
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu (An-Nahl: 36).
 
Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kalian, melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Sesembahan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku". (Al-Anbiya: 25)
 
Dan tanyakanlah kepada rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kalian: "Adakah Kami menentukan sesembahan- sesembahan untuk disembah selain Allah Yang Maha Pemurah?"(Az-Zukhruf: 45)
 
Katakanlah: "Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah: "Bahwasanya Ilahmu adalah Ilah Yang Esa, maka hendaklah kalian berserah diri (kepada-Nya)". (Al Anbiya: 108)
 
Di dalam ayat yang mulia tersebut, telah diperintahkan untuk mengatakan: Sesungguhnya apa yang diwahyukan kepadanya terbingkai dalam jenis tauhid ini. Hal tersebut Karena kesempurnaan kalimat “La ilaha illallah"yang tercakup didalam semua kitab yang ada. Hal ini mengharuskan untuk taat kepada Allah dengan hanya ber-ibadah kepadaNya saja, dan perkara ini mencakup semua perkara aqidah, perintah serta larangan dan apa yang mengikutinya dari pahala dan hukuman. Banyak ayat-ayat yang menjelaskan tentang tauhid ini.
 
Yang ketiga: Mentauhidkan Allah dalam nama-nama dan sifat-sifat-Nya.
 
Tauhid jenis ini dibangun di atas dua prinsip:
 
Pertama: Mensucikan Allah jalla wa ‘ala dari Men-serupakanNya dengan sifat-sifat makhluk-makhluk, Sebagaimana Allah berfirman,
 
Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia (Asy-Syuro:11)
 
Kedua: Beriman dengan apa yang Allah sifatkan bagi diri-Nya atau disifatkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, yang sesuai dengan kesempurnaan dan kemuliaan-Nya. Sebagaimana di dalam firman-Nya:
 
Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia: dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Asy-Syuro:11)
 
Bersamaan dengan hal tersebut dilarang berusaha untuk mencari bagaimana hakekat sifat Allah (sehingga keluar dari keyakinan para salaf. Pent).
Allah berfirman:
 
Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka, sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya.(Thooha:110)
 
Dan sudah kami paparkan pembahasan ini secara lengkap dan luas melalui ayat Al-Quran dalam surat Al-A'raf.
 
Di dalam Al-Quranul-Azhim terdapat banyak keterangan tentang orang-orang kafir dan pengakuan mereka terhadap rububiyah Allah jalla wa’ala serta wajibnya mentauhidkan-Nya dalam peribadahan kepadaNya. Oleh karena itulah Allah mengajak bicara mereka dalam permasalahan tauhid rububiyah dengan menggunakan istifham at-taqrir (dalam bentuk pertanyaan yang bersifat ketetapan. Pent). Ketika mereka mengakui rububiyah Allah maka dengan tauhid rubiyah tersebut mereka seharusnya mengakui juga bahwa Allah-lah satu-satunya yang berhak untuk disembah, Dan Allah mencela mereka serta mengingkari atas kesyirikan mereka terhadap Allah dengan sesuatu yang lain, hal ini bersamaan dengan pengakuan mereka bahwasanya Allah adalah Rabb mereka satu-satunya. Karena barangsiapa yang mengakui bahwa Allah adalah Rabb satu-satunya, mengharuskan dari pengakuan mereka untuk meyakini: bahwa Allah adalah satu-satunya yang berhak disembah.
 
Termasuk contoh-contoh dalam perkara ini adalah firman Allah :
 
• Katakanlah: "Siapakah yang memberi rizqi kepada kalian dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan"(Yunus:31)
 
Sampai dengan firman-Nya: Maka mereka akan menjawab: "Allah"
 
Setelah mereka mengakui rububiyahNya, maka Allah mencela mereka sebagai pengingkaran atas tindakan kesyirikan mereka terhadap Allah dengan yang selain-Nya melalui firman-Nya: Maka katakanlah: "Mengapa kalian tidak bertakwa (kepada-Nya)?"
 
• Dan termasuk juga dalam hal ini firman Allah: Katakanlah: "Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kalian mengetahui?"Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah."
 
Setelah mereka mengakui (rububiyahNya), Allah mencela mereka sebagai pengingkaran atas kesyirikan mereka dengan firman-Nya, Katakanlah: "Maka apakah kalian tidak ingat?"
 
• Kemudian Allah berfirman, Katakanlah: "Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya `Arsy yang besar?"Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah."
 
Sesudah mereka mengakui (rububiyah Allah), Allah cela mereka sebagai pengingkaran atas kesyirikan mereka dengan firman-Nya: Katakanlah: "Maka apakah kalian tidak bertakwa?"
 
• Kemudian Allah berfirman: Katakanlah: "Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab) -Nya, jika kalian mengetahui?"Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah."
 
Setelah mereka mengakui (rububiyah Allah), Allah mencela mereka sebagai pengingkaran atas kesyirikan mereka dengan firman-Nya: Katakanlah: "(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kalian ditipu?"(Al-Mu’minun:84-89)
 
• Termasuk juga firman Allah ta’ala: Katakanlah: "Siapakah Rabb langit dan bumi?"Jawabnya: "Allah".
 
Setelah benar pengakuan mereka (terhadap rububiyahNya), Allah mencela mereka sebagai pengingkaran atas kesyirikan mereka dengan firman-Nya: Katakanlah: "Maka patutkah kalian mengambil pelindung-pelindung kalian dari selain Allah, padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudharatan bagi diri mereka sendiri?". (Ar-Ra’d: 16)
 
• Termasuk juga firman Allah ta’ala, Dan sesungguhnya jika kalian tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?"Tentu mereka akan menjawab: "Allah".
 
Setelah benar pengakuan mereka (terhadap rububiyahNya), Allah mencela mereka sebagai pengingkaran atas kesyirikan mereka dengan firman-Nya: Maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar). (Al-Ankabut: 61)
 
• Firman Allah ta’ala: Dan sesungguhnya jika kalian menanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?"Tentu mereka akan menjawab: "Allah".
 
Setelah benar pengakuan mereka (terhadap rububiyahNya), Allah mencela mereka sebagai pengingkaran atas kesyirikan mereka dengan firman-Nya: Katakanlah: "Segala puji bagi Allah", tetapi kebanyakan mereka tidak memahami (nya). (Al-Ankabut:63)
 
• Dan firman Allah, Dan sesungguhnya jika kalian tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?"Tentu mereka akan menjawab: "Allah".
 
Setelah benar pengakuan mereka (terhadap rububiyahNya), Allah mencela mereka sebagai pengingkaran atas kesyirikan mereka dengan firman-Nya: Katakanlah: "Segala puji bagi Allah"; tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (Luqman: 25)
 
• Dan firman-Nya, Apakah Allah yang lebih baik, ataukah apa yang mereka persekutukan dengan Dia?"Atau siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan air untuk kalian dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang berpemandangan indah, yang kalian sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohon-pohonnya?
 
Tidak diragukan lagi bahwa jawabannya yang tidak ada jawaban yang lainnya kecuali: Dia adalah yang Maha Berkuasa atas penciptaan langit dan bumi, dan apa-apa yang disebut bersamanya, adalah sesuatu yang lebih baik dari benda mati yang tidak mampu berbuat apapun. Setelah jelas pengakuan mereka,maka
Allah mencela mereka sebagai mengingkari atas perbuatan mereka dengan firman-Nya: Apakah di samping Allah ada ilah (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) mereka adalah orangorang yang menyimpang (dari kebenaran).
 
• Setelah itu Allah berfirman: Atau siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam, dan yang menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya, dan yang menjadikan gunung-gunung untuk (mengkokohkan) nya dan menjadikan suatu pemisah antara dua laut?
 
Tidak diragukan lagi bahwa jawabannya yang tidak ada lagi jawaban yang lainnya kecuali seperti yang sebelumnya. Setelah menunjukkan pengakuan mereka terhadap hal tersebut, maka Allah mencela mereka dengan firman-Nya: Apakah di samping Allah ada ilah (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) kebanyakan dari mereka tidak mengetahui.
 
• Selanjutnya Allah jalla wa’ala berfirman: Atau siapakah yang memperkenankan (do`a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo`a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kalian (manusia) sebagai khalifah di bumi?
 
Tidak diragukan lagi bahwa jawabannya adalah seperti yang sebelumnya. Setekah menunjukkan pengakuan mereka terhadap hal tersebut, Allah mencela mereka dengan firman-Nya: Apakah di samping Allah ada ilah (yang lain)? Amat sedikitlah kalian mengingati (Nya).
 
• Kemudian Allah berfirman: Atau siapakah yang memberikan petunjuk kepada kalian dalam kegelapan di daratan dan laut dan siapa (pula) kah yang mendatangkan angin sebagai kabar gembira sebelum (kedatangan) rahmat-Nya?
 
Tidak diragukan lagi bahwa jawabannya seperti yang sebelumnya. Setelah menunjukkan pengakuan mereka terhadap hal tersebut, Allah mencela mereka dengan firman-Nya: Apakah di samping Allah ada ilah (yang lain)? Maha Tinggi Allah terhadap apa yang mereka persekutukan (dengan-Nya).
 
• Setelah itu Allah berfirman: Atau siapakah yang menciptakan (manusia dari permulaannya), kemudian mengulanginya (lagi), dan siapa (pula) yang memberikan rizqi kepada kalian dari langit dan bumi?
 
Tidak diragukan lagi bahwa jawabannya seperti yang sebelumnya. Setelah menunjukkan pengakuan mereka terhadap hal tersebut, Allah mencela mereka dengan firman-Nya: Apakah di samping Allah ada ilah (yang lain)? Katakanlah: "tunjukkanlah bukti kebenaran kalian, jika kalian memang orang-orang yang benar". (An-Naml: 59 – 64)
 
• Dan firman-Nya: Allah-lah yang menciptakan kalian, kemudian memberi kalian rezki, kemudian mematikan kalian, kemudian menghidupkan kalian (kembali). Adakah di antara yang kalian sekutukan dengan Allah itu yang dapat berbuat sesuatu dari yang demikian itu?
 
Tidak diragukan lagi bahwa jawabannya yang tidak ada lagi jawaban sama sekali kecual adalah: Tidak ada dari apa yang kami sekutukan mampu untuk melakukan sesuatu dari hal yang disebutkan, seperti menciptakan, memberi rezki, mematikan, serta menghidupkan. Setelah menunjukkan pengakuan mereka terrhadap hal tersebut, Allah mencela mereka dengan firman-Nya: Maha Sucilah Dia dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan. (Ar-Rum: 40)
 
Dan ayat-ayat seperti ini banyak sekali jumlahnya, oleh karena itu kami telah menyebutkannya di luar pembahasan ini yang Sesungguhnya semua pertanyaan yang berkaitan dengan Tauhidur-rububiyah merupakan istifham taqrir (pertanyaan yang kandunganya adalah penetapan. Pent) Yang dimaksudkan adalah ketika mereka mengakui (rububiyah Allah) maka Allah mencela dan mengingkari terhadap pengakuan tersebut. Karena pengakuan terhadap rububiyah Allah secara otomatis seharusnya di ikuti dengan pengakuan ter-hadap Uluhiyah-Nya seperti firman Allah ta’ala:
 
"Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah?"(Ibrohim: 10)
 
Dan firman-Nya: Katakanlah: "Apakah aku akan mencari Rabb selain Allah?"(Al-An’am: 163)
 
Ada sebagian ulama yang menyangka bahwa ini merupakan isitfham inkar (pertanyaan yang sifatnya adalah pengingkaran. Pent). Karena penelitian terhadap Al-Quran menunjukkan bahwa istifham yang berkaitan dengan rububiyah adalah istifham taqrir dan bukan istifham inkar. Hal ini karena mereka tidaklah mengingkari rububiyah sebagaimana yang saya perhatikan dari banyaknya ayat yang menunjukkan hal tersebut.
 
Insya Allah anda akan menemui penjelasan tentang pembagian tauhid pada banyak tempat di dalam kitab yang diberkahi ini, sesuai dengan tempat pembahasannya dalam ayat-ayat yang akan kami paparkan dengan ayat yang lain.” Sampai di sini ucapan beliau rahimahullah.
 
Telah saya nukilkan ucapan beliau dengan panjang lebar karena pentingnya hal tersebut. Beliau Rahimahullah telah mengingatkan bahwa pembagian tauhid yang tiga diambil melalui penelitian terhadap nash-nash Al-Quranul Karim. Dan melalui hal ini, maka diketahui bahwa pembagian ini adalah suatu hakikat syariat yang berlandaskan dari Kitabullah ta’ala, bukan istilah yang dikarang oleh sebagian ulama.
 
Berkata Asy-Syaikh Al-‘Allamah Bakr Abu Zaid hafizhahullah: “Pembagian yang diperoleh dengan penelitian ini sebelumnya telah dilakukan oleh para ulama salaf, sebagaimana yang telah di isyaratkan oleh Ibnu Mandah, Ibnu Jarir Ath-Thobari dan yang selain keduanya telah mengisyaratkannya. Hal tersebut telah dijelaskan pula oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiah dan Ibnul Qoyyim, Begitu pula Az-Zubaidi di dalam kitab Tajul-'Urusy, dan juga guru kami Asy-Syinqithi di dalam Adwa'ul Bayan semoga Allah merahmati mereka semua. Pembagian ini merupakan penelitian yang menyeluruh dari nash-nash syariat, sebagaimana hal yang sudah diketahui di kalangan para ulama yang membidangi dalam berbagai ilmu pengetahuan, sebagaimana upaya yang dilakukan para ahli nahwu di menelaah ungkapan orang Arab yang terbagi menjadi ism, fiil, dan huruf dalam keadaan orang-orang Arab tidaklah marah dan mencela para ahli nahwu, Dan demikianlah berbagai bentuk penelitian yang terjadi dalam berbagai disiplin ilmu" .
 
Dan tidaklah seseorang itu beriman dengan tauhid, apabila dia tidak beriman dengan pembagian ketiga tauhid yang bersandarkan dari nash-nash yang syar’i, tauhid yang diinginkan secara syar’i adalah beriman kepada keesaan Allah di dalam rububiyah, uluhiyah, serta nama-nama dan sifat-sifat-Nya, maka barang siapa yang tidak meyakini secara keseluruhan berarti dia bukanlah seorang yang bertauhid.
 
 
PEMBAGIAN TAUHID YANG TERSIRAT DI DALAM KALIMAT TAUHID (LAILAHA ILLALLAH)
 
Bahkan kalimat tauhid "Lailaha illallah"yang merupakan pokok dan asas agama telah menunjukkan pembagian tauhid yang berjumlah tiga. Sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiah –rahimahullah-:
 
"Di dalam syahadat La ilaha ilallah terdapat sifat ilahiyah yang merupakan asas dari tiga tauhid: Tauhid ar-rububiyah, tauhid al-uluhiyah, serta tauhid al-asma wa sifat. Agama para rasul serta apa-apa yang diturunkan kepada mereka selalu menyerukan permasalahan ini. Perkara ini juga merupakan pondasi terbesar yang tersirat di dalam kalimat “La ilaha illallah"yang sesuai dan terbukti dengan akal-akal serta fitrah".
 
Adapun sisi yang tersirat di dalam kalimat yang agung ini terhadap pembagian tauhid yang tiga, akan tampak secara jelas bagi orang yang memperhatikannya.
 
Kalimat "Lailahaillallah"menunjukkan ketetapan suatu ibadah yang hanya untuk Allah serta menafikan peribadahan kepada yang selain-Nya. Sebagaimana kalimat ini menunjukkan pula atas jenis tauhid ar-rububiyah, karena sesuatu yang lemah tidaklah pantas dijadikan sebagai ilah (sesembahan). "Lailaha illallah" juga menunjukkan tauhid al-asma wash shifat, karena sesuatu yang kosong dari nama dan sifat bukanlah sesuatu apapun, bahkan dia tidak berwujud.
 
Sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian ulama, "Al-Musyabbih (orang-orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk-pent) merupakan penyembah berhala, Al-Mua'thil (yang menafikan sifat Allah) menyembah sesuatu yang tidak eksis, sedangkan Al-Muwahhid (orang – orang yang bertauhid) menyembah penguasa bumi dan langit".
 
 
PERKATAAN–PERKATAAN PARA SALAF YANG MENJELASKAN PEMBAGIAN TAUHID
 
Kitab-kitab salafush sholih sarat dengan pembagian tauhid tersebut, terkadang disebutkan secara langsung atau sesuatu yang tersirat, apabila aku nukilkan semua yang aku ketahui tentang perkataan mereka dalam permasalahan itu, maka pembahasannya akan panjang. Akan tetapi aku cukupkan di sini dengan sebagian nukilan dari para salaf umat ini dan untaian ringkas dan mudah dari perkataan mereka yang mengandung penyebutan pembagian tauhid yang tiga.
 
1. Al-Imam Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit yang wafat pada tahun 150 H berkata dalam kitab beliau Al-Fiqhul Absath :
 
“Allah itu diseru dengan suatu sifat yang tinggi bukan dengan sifat yang rendahan, karena sifat yang rendah bukanlah termasuk sifat rububiyah dan uluhiyah sedikitpun”.
 
Perkataan beliau: “Diseru dengan suatu sifat yang tinggi bukan dengan sifat yang rendahan”, padanya terdapat penetapan sifat ketinggian Allah. Dan ini termasuk ke dalam tauhid asma wash shifat yang di dalamnya terdapat bantahan terhadap orang-orang Jahmiyah, Mu’tazilah, Asya'iroh, Maturidiyah dan golongan lainnya yang menolak ketinggian Allah. Perkataan beliau, “..termasuk sifat rububiyah”, padanya terdapat penetapan tauhid rububiyah. Adapun perkataan beliau, “..dan uluhiyah”. Di dalamnya terdapat penetapan tauhid uluhiyah.
 
2. Ibnu Mandah berkata di dalam kitabnya At-Tauhid: Mengabarkan kepada kami Muhammad bin Abu Ja’far As-Sarkhosi, berkata kepada kami Muhammad bin Salamah Al-Balkhi, berkata kepada kami Bisyr bin Al-Walid Al-Qodhi dari Abu Yusuf Al-Qodhi (Ya’qub bin Ibrohim bin Hubaib Al-Kufi, murid Abu Hanifah yang meninggal pada tahun 182 H).
 
Dia berkata, “Tauhid itu tidaklah dibangun dengan qiyas , apakah engkau tidak mendengar firman Allah ‘azza wa jalla dalam ayat dimana Allah mensifati diri-Nya, bahwasanya Dia Maha Mengetahui, Maha Menetapkan, Maha Kuat, Maha Menguasai. Tidaklah Allah mengatakan, “Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui dan Maha Menetapkan karena disebabkan sesuatu hal sehinggga Aku menetapkan dan bisa mengetahui, dan demikian pula dalam makna “Aku Menguasai”. Oleh karena itu tidaklah diperbolehkan mempergunakan qiyas di dalam permasalahan tauhid. Tidaklah Dia digelari dengan suatu nama kecuali dengan nama-nama-Nya, dan tidaklah Dia disifati melainkan dengan sifat-sifat-Nya. Allah ta’ala telah berfirman dalam kitab-Nya,
 
Hai manusia, sembahlah Rabb kalian Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertakwa. (Al-Baqarah: 21)
 
Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah. (Al-A'raf: 185)
 
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut (Al-Baqarah: 164)
 
Abu Yusuf mengatakan, “Allah tidaklah berfirman, “Lihatlah bagaimana Aku mengetahui, bagaimana Aku menetapkan, bagaimana aku menciptakan”. Akan tetapi Allah berfirman, “Lihatlah bagaimana hal itu diciptakan”. Kemudian firman Allah ta’ala, Allah menciptakan kalian, kemudian mewafatkan kalian (An-Naml: 70)
 
Dan (juga) pada diri kalian sendiri. Maka apakah kalian tiada memperhatikan? (Adz-Dzariyat: 21)
 
Maksud ayat ini adalah, “Pelajarilah olehmu bahwa semua perkara ini pasti ada penguasa yang membolak-balikkannya, menciptakannya dan yang akan mengembalikannya, dan sesungguhnya engkau itu diciptakan, dan memiliki pencipta.
 
Allah 'azza wa jalla memberikan bimbingan kepada para hamba-Nya dengan berbagai makhluk-Nya agar mereka mengetahui bahwa sesungguhnya mereka memiliki penguasa yang harus mereka sembah, taati dan mereka esakan serta untuk mengetahui bahwasanya Allah-lah yang menciptakan mereka, tidaklah mereka tercipta dengan sendirinya.
 
Kemudian memberikan gelar kepada diri-Nya, dengan firman-Nya, "Aku adalah Ar-Rahman, Aku adalah Ar-Rohim, Aku adalah Pencipta, Aku adalah Al-Qodir, Aku adalah Al-Malik". Yang maksudnya bahwasanya Dzat yang menjadikan kalian semuanya itu bergelar Al-Malik, Al-Qodir, Allah, Ar-Rahman, Ar-Rohim. Dan dengan nama-nama tersebut Dia disifati".
 
Selanjutnya Abu Yusuf berkata, "Allah bisa dikenal melalui ayat-ayat-Nya dan dengan ciptaan-Nya dan disifati dengan sifat –sifat-Nya, serta dinamakan dengan nama-nama-Nya sebagaimana yang telah Dia sifatkan di dalam kitab

0 comments:

Catat Ulasan

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Kalamul Hikmah

"Hidupnya Jiwa Adalah Kerana ILMU, Maka Rebutlah ILMU, Matinya Jiwa Adalah Kerana Kejahilan, Maka,Hindarilah Kejahilan. Biar Zaman Berubah, Tetapi Hati tidak Goyah, Silakan Masa Berganti, Tetapi Keyakinan Jangan Mati, Ia adalah Intan Paling Mahal, Berharga dan Permata Penyeri Jiwa.
Jaga Iman Kukuhkan Hati Demi Islam yang Hakiki..."